Mengoptimalkan Performa Kepemimpinan Melalui Pelimpahan Wewenang

Dimuat Parrish&Co 4 September 2019

Setiap orang dalam sebuah organisasi mempunyai hak untuk menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Kalimat tersebut diucapkan John Shook, seorang trainer perusahaan perakitan mobil raksasa Toyota kepada Charles Duhigg, penulis buku Smarter Faster Better saat mengingat keterlibatan dirinya sebagai pelatih karyawan ex General Motor, rekan Toyota Production System di Amerika.

Bergerak di bidang yang sama, setelah dua tahun mengakhiri kegiatannya di Fremont, tahun 1984 General Motor menerima tawaran Toyota Production System untuk bekerjasama mendirikan New United Motor Manufacturing, Inc. atau biasa disebut sebagai NUMMI. Lahan di Fremont dibuka kembali. Terikat pada kesepakatan dengan United Auto Workers, NUMMI diharuskan menerima paling tidak 80% karyawan eks General Motor. Oleh karenanya, pelatihan khusus dibutuhkan oleh karyawan-karyawan tersebut. Pelatihan tak hanya meliputi pengenalan piranti baru namun yang utama adalah cara kerja dan kultur yang telah ditumbuhkembangkan oleh Toyota selama ini.

Diambil dari website Parrish&Co

Pada awal kesepakatan kerjasama dibuat, rumor bahwa Toyota menerapkan sistem kerja yang berbeda telah tercium oleh eks karyawan General Motor. John Shook di antaranya menyatakan bahwa Toyota meyakini bahwa seorang penerima tamu, atau tenaga pembersih toilet, maupun seorang cleaning service adalah ahli di bidangnya masing-masing. Adalah sangat membuang waktu untuk tidak mempercayai keahlian mereka dan memanfaatkan keahlian tersebut sebaik-baiknya. Toyota tak menyukai kegiatan yang membuang-buang waktu. Sistem yang mereka gunakan selama ini adalah memastikan bahwa keahlian sekecil apapun tak pernah disia-siakan.

Filosofi tersebut pada awalnya diragukan oleh General Motor. Mereka bahkan menganggap bahwa sistem tersebut tak mungkin diterapkan di Amerika, mengingat selama ini target kerja mereka hanyalah melakukan pekerjaan sesedikit mungkin. Seiring berjalannya waktu, sistem kerja tersebut terbukti membawa kemajuan yang sangat berarti bagi NUMMI dan juga bagi karyawan eks General Motor secara pribadi.

Seperti apa model kerja yang diterapkan Toyota pada waktu itu hingga saat krisis ekonomi melanda Amerika empat tahun sesudah NUMMI berdiri bahkan tak mampu membuat perusahaan tersebut memecat satupun karyawannya? Berikut hal penting yang layak diterapkan pada model kepemimpinan sebuah perusahaan atau organisasi berdasarkan pengalaman penting tersebut:

  1. Memberi otoritas penuh pada karyawan di posisi manapun. Meyakini bahwa mereka ahli di bidangnya masing-masing terbukti memberikan dorongan yang sangat berarti pada rasa percaya diri yang pada akhirnya membentuk komitmen untuk bekerja lebih optimal dari waktu ke waktu.
  2. Rasa percaya diri dan komitmen untuk bekerja lebih baik akan membentuk kerjasama antar karyawan dengan lebih baik pula. Masing-masing karyawan di bidangnya masing-masing akan merasa perlu mendukung kerja rekannya di bidang yang lain agar hasil akhir yang diinginkan tercapai.
  3. Karyawan yang dipercaya di bidangnya tersebut juga dipercaya untuk membuat keputusan-keputusan penting bagi perusahaan. Kebiasaan tersebut akan sangat menguntungkan pemimpin/manager dari segi efisiensi waktu dalam menentukan keputusan yang dibuat oleh ahlinya. Pintu-pintu inovasi pun kemudian akan lebih mudah terbuka.

Pada akhirnya, hal penting yang akan selalu harus dijaga adalah bagaimana seorang pemimpin mampu menciptakan suasana kerja/kultur yang membuat karyawan menjadi sosok penting yang pendapat dan keputusannya dihargai. Budaya fokus pada solusi akan tercipta saat kegagalan atas usulan karyawan tak membuatnya menanggung kesalahan itu sendirian.

***

Penulis: Nastiti Hanafi

Lahir pada Mei 1975. Alumnus Universitas Diponegoro, yang pernah berkarier sebagai manajer di Shipping Company ini menekuni dunia kepenulisan kreatif sejak 2012. Karya-karyanya telah tersiar di sejumlah media nasional seperti harian Media Indonesia, majalah MAJAS dan lain-lain. Pada 2013, novelnya (Bukan) Salah Waktu terpilih sebagai pemenang unggulan dalam Lomba Novel Wanita dalam Cerita Bentang Pustaka, dan diterbitkan oleh lembaga penerbitan yang sama. Selain menulis fiksi (cerpen dan novel), Nastiti yang pernah bermukim di Adelaide Australia (2002-2003) ini juga aktif di sejumlah komunitas pembaca novel-novel asing dan menyiarkan esai kritik buku (book review) dan kolom pengembangan kepribadian di berbagai platform digital. Bermukim di Jakarta. Dapat disapa melalui akun twitter @nastiti_ds maupun Instagram Nastiti Hanafi.

Tinggalkan komentar